Mengapa Perempuan Perlu Belajar Beladiri?

Simulasi jelang ujian di Dojo Iskandar Muda @Aulia Permana

Saat awal-awal ikut latihan aikido beberapa bulan lalu, sering muncul pertanyaan, untuk apa sih belajar bela diri? Kan perempuan, mau berantam sama siapa, itukan olahraga untuk laki-laki.
Hm... iya juga sih, mau berantem sama siapa memangnya? Apalagi perempuan seperti saya yang ada plegmatis-plegmatisnya, sudah dari sananya bukan tipikal suka cari ribut sama orang. Walhasil pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak ada yang saya jawab secara serius. Sambil dibawa bercanda saya bilang hanya untuk olahraga saja, untuk membakar kalori, biar langsing, prikitiw deh...
Tapi apa yang terjadi pekan lalu dalam perjalanan pulang dari Blangpidie ke Banda Aceh, semakin meneguhkan saya untuk serius belajar beladiri khususnya aikido.

Sudah tidak tinggal bersama orang tua sejak tamat SD, membuat saya lumayan mandiri. Sering bepergian sendiri, entah untuk pulang kampung atau pergi dalam rangka kerja atau belajar. Dua pekan lalu bersama beberapa teman kami berangkat bersama-sama ke Tapaktuan untuk belajar. Pulangnya saya mampir di Blangpidie untuk bersantai sejenak di sana.
Setelah dua hari di Blangpidie saya kembali ke Banda Aceh seorang diri. Untuk efisiensi waktu saya pulang malam hari. Sama sekali tidak ada perasaan takut karena sudah terbiasa. Saya duduk di depan di dekat pintu, di sebelah saya ada seorang ibu-ibu muda dari Subulussalam dan turun di Meulaboh. Hingga sampai ke Banda Aceh kursi di tengah tersebut kosong.
Ada insiden kecil yang terjadi. Mulanya, entah sampai di mana mobil berhenti sekitar pukul setengah dua untuk makan minum. Saya yang sejak awal keberangkatan sudah tertidur sama sekali tidak menyadari kalau mobilnya berhenti, sampai seorang penumpang pria yang duduk di belakang saya membangunkan.
Pria itu yang mengaku akan ke Lhokseumawe mengajak saya turun dan makan, tapi saya tidak mau. Saya menolak halus dengan dalih tidak lapar dan mengantuk. Pria itu kemudian berusaha mengajak saya ngobrol namun tidak begitu saya tanggapi. Ujung-ujungnya di minta duduk di depan, beralasan kalau penumpang di sampingnya lelah memangku anaknya yang balita. Jadi kalau dia pindah ke depan, penumpang tersebut bisa menidurkan anaknya di jok mobil.
Dari caranya berbicara saya sudah tahu ke mana arahnya. Dengan tegas saya tidak izinkan orang itu untuk pindah ke depan. Setelah itu dia tidak lagi banyak bicara. Saya pun melanjutkan tidur kembali. Saat mobil kembali bergerak saya tak sadar lagi.
Sampai akhirnya saya merasa seperti mimpi, seperti ada yang bergerak-gerak di bahu saya. Dalam tidur itu, sampai akhirnya saya terbangun dan memastikan kalau itu bukan mimpi. Ternyata pria tadi sedang berusaha untuk jahil.
Menyadari itu emosi saya langsung naik ke ubun-ubun, tapi saya tahan untuk tidak teriak. Tapi serta merta saya tangkap tangannya di pergelangan dan saya tekuk dengan kuncian aikido sebisa mungkin. Barulah setelah tangannya terpegang saya bersuara lantang mengatakan 'mau tangannya saya patahkan!'
Saat mengatakan itu saya benar-benar emosi dan marah. Pria itu tampaknya juga sangat terkejut. Mungkin tidak menyadari akan mendapat reaksi seperti itu.
Sekarang, kalau ada yang tanya lagi kenapa sih belajar aikido, saya tinggal bilang bahwa di antara banyak pria di dunia ini, ada segelintir pria yang hobinya memang senang melecehkan perempuan. Tak terkecuali di dalam angkutan umum yang sering kita tumpangi untuk pulang ke kampung atau ke pasar.
Saya yakin banyak perempuan yang juga mengalami hal yang sama saat naik kendaraan umum. Saat mereka tak punya daya dan kuasa untuk melawan, mereka hanya bisa diam sambil berteriak-teriak dalam hati mendapati dirinya diraba-raba oleh penumpang tak bertanggung jawab. Atau bahkan dalam kasus lain pelakunya adalah si sopirnya sendiri.
Kalau seperti ini, apa masih mau bilang, tak perlulah belajar beladiri, kan kamu perempuan?[]

0 komentar